Faktor-faktor atau Komponen dalam Pendidikan Islam

I. PENDAHULUAN
            Puji syukur kami panjatkan kepada Allah Swt yang telah melimpahkan karunia kepada hamba-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas ilmu pendidikan islam secara ringkas dan efisien sehingga dapat mudah kita cerna, khususnya tentang apa saja faktor-faktor atau komponen dalam pendidikan Islam yang perlu kita ketahui sebagai bekal bagi regenerasi pendidikan.
            Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apa saja faktor-faktor atau komponen dalam Ilmu Pendidikan Islam, maka perkenankanlah kami untuk mendiskusikannya dihadapan pembaca pada kesempatan yang amat baik ini. Agar tersingkap tabir keraguan, sehingga sedikit banyak akan menambah khazanah keilmuan kita.


II.       II.  RUMUSAN MASALAH
1.      Pengertian pendidikan
2.      Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran
3.      Faktor-faktor atau Komponen-komponen pendidikan Islam
4.      Hasil pembelajaran Pendidikan Agama Islam

III.      III. PEMBAHASAN
1.      A. Pengertian Pendidikan
            Dalam kajian dan pemikiran tentang pendidikan terlebih dahulu perlu diketahui 2 istilah yang hampir sama bentuknya dan sering dipergunakan dalam dunia pendidikan, yaitu: pedagogia dan pedagogik. Pedagogia berarti “pendidikan” sedangkan pedagogik artinya “ilmu pendidikan”.
            Pedagogik atau ilmu pendidikan ialah yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Istilah ini berasal dari “pedagogia” (Yunani) yang berarti pergaulan anak-anak. Sedangkan yang sering digunakan istilah pedagogos adalah seorang pelayan (bujang) pada zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah. Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing, memimpin).
            Perkataan Pedagogos yang pada mulanya berarti pelayanan kemudian berubah menjadi pekerjaan mulia. Karena pengertian Pedagoog (dari pedagogos) berarti seorang yang tugasnya, membimbing anak di dalam pertumbuhannya ke daerah berdiri sendiri dan bertanggung jawab.[1]
2.     B.  Faktor- faktor yang mempengaruhi pembelajaran
            Dalam pembelajaran terdapat tiga komponen utama yang saling berpengaruh dalam proses pembelajaran pendidikan agama. Ketiga komponen tersebut adalah (1) kondisi pembelajaran; (2) metode pembelajaran; dan (3) hasil pembelajaran agama.[2]
            Kondisi pembelajaran PAI adalah faktor-faktor yang mempengaruhi pengunaan metode dalam meningkatkan hasil pembelajaran PAI. Pada dasarnya, komponen ini sudah ada dan tidak dapat dimanipulasi. Berbeda halnya dengan variabel metode pembelajaran, kondisi pembelajaran PAI tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tujuan pembelajaran PAI, karakteristik bidang studi PAI, karakteristik peserta didik, dan kendala pembelajaran PAI. Misalnya ditinjau dari aspek tujuannya, PAI yang akan dicapai adalah mengantarkan peserta didik mampu memilih Al-Qur’an sebagai pedoman hidup (kognitif), mampu menghargai Al-Qur’an sebagai pilihannya yang paling benar (afektif), serta mampu bertindak dan mengamalkan pilihannya (Al-Qur’an sebagai pedoman hidup) dalam kehidupan sehari-hari.
3.     C.  Faktor-Faktor Pendidikan
            Dalam aktifitas pendidikan ada enem faktor pendidikan yang dapat membentuk pola interaksi atau saling mempengaruhi, namun faktor integratifnya terutama terletak pada pendidik dalam segala kemampuan dan keterbatasannya.
            Keenam faktor pendidikan tersebut meliputi :
a.       Faktor tujuan
            Dalam praktek pendidikan, baik dilingkungan keluarga, disekolah maupun dimasyarakat luas, banyak sekali tujuan pendidikan yang diinginkan oleh pendidik agar dapat dicapai (dimiliki) oleh peserta didiknya. Menurut Langeneld dalam bukunya Beknopte Teorische Pedagogik dibedakan adanya macam-macam tujuan sebagai berikut :
1)      Tujuan umum
2)      Tujuan tak sempurna (tak lengkap)
3)      Tujuan sementara
4)      Tujuan perantara
5)      Tujuan insidental[3]

b.      Faktor pendidik
            Menurut al-Ghazali, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, menyucikan, serta membawakan hati manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Hal tersebut karena tujuan pendidikan Islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan diri dalam peribadatan pada peserta didiknya, maka ia mengalami kegagalan dalam tugasnya, sekalipun peserta didiknya memiliki prestasi akademis yang luar biasa. Hal itu mengandung arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal saleh.[4]
            Kita dapat membedakan pendidik itu menjadi dua kategori, ialah:
1)      Pendidik menurut kodrat, yaitu orang tua; dan
2)      Pendidik menurut jabatan, ialah guru.[5]
            Fungsi dan tugas pendidik dalam pendidikan dapat disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1.      Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
2.      Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian  kamil seiring dengan tujuan Allah SWT yang menciptakannya.
3.      Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan  partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa:[6]
(1)   Kegairahan dan kesediaan untuk mengajar;
(2)   Membangkitkan gairah peserta didik;
(3)   Menumbuhkan bakat dan sikap peserta didik yang baik;
(4)   Mengatur proses belajar mengajar yang baik;
(5)   Memerhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang mempengaruhi  proses mengajar; dan
(6)   Adanya proses manusiawi dalam proses belajar-mengajar.[7]
c.       Faktor peserta didik
            Dalam pendidikan tradisional, peserta didik dipandang sebagai organisme yang pasif, hanya menerima informasi dari orang dewasa. Kini dengan makin cepatnya perubahan sosial, dan berkat penemuan teknologi, maka komunikasi antar manusia berkembang amat cepat. Peserta didik dalam usia dan tingkat kelas yang sama bisa memiliki profil materi pengetahuan yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada konteks yang mendorong perkembangan seseorang.
            Ada empat konteks yang dapat disebutkan, yaitu :
1)      Lingkungan dimana peserta belajar secara kebetulan dan kadang-kadang, disitu mereka belajar tidak berprogram;
2)      Lingkungan belajar dimana peserta didik belajar secara sengaja dan dikehendaki;
3)      Sekolah dimana peserta didik belajar mengikuti program yang ditetapkan; dan
4)      Lingkungan pendidikan optimal, disekolah yang ideal dimana peserta dapat melakukan cara belajar siswa aktif (CBSA) sekaligus menghayati atau mengimplikasikan nilai-nilai.
            Secara teoritis peserta didik bisa berkembang secara optimal dalam arti mampu berkembang kreatif optimal, jika mendapat konteks lingkungan yang keempat tersebut.
d.      Faktor isi atau materi pendidikan
            Yang termasuk dalam arti atau materi pendidikan ialah segala sesuatu oleh pendidik langsung diberikan kepada peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Dalam usaha pendidikan yang diselengarakan dikeluarga, disekolah dan dimasyarakat, ada syarat utama dalam pemilihan beban ataum materi pendidikan, yaitu:
1)      Materi harus sesuai dengan tujuan pendidikan;
2)      Materi harus dengan peserta didik.
e.       Faktor metode pendidikan
            Peristiwa pendidikan ditandai dengan adanya interaksi edukatif. Agar interaksi ini dapat berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan, maka disamping dibutuhkan pemilihan bahan atau materi pendidikan yang tepat, perlu dipilih metode yang tepat pula. Metode adalah cara yang fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan. Untuk menentukan apakah suatu metode dapat disebut baik diperlukan patokan (kriterium) yang bersumber pada beberapa faktor. Faktor utama yang menentukan adalah tujuan yang akan dicapai.
f.       Faktor situasi lingkungan
            Situasi lingkungan mempengaruhi proses dan hasil pendidikan. Situasi lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, lingkungan teknis dan lingkungan sosio-kultural. Dalam hal-hal dimana situasi lingkungan ini berpengaruh secara negatif terhadap pendidikan, maka lingkungan itu menjadi pembatas.[8]
4.     D.  Hasil Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
            Hasil pembelajaran dapat di klasifikasikan menjadi keefektifan, efisiensi, dan daya tarik. Keefektifan pembelajaran dapat diukur dengan kriteria: (1) kecermatan penguasaan kemampuan atau perilaku yang dipelajari, (2) kecepatan untuk kerja sebagai bentuk hasil belajar, (3) kesesuaian  dengan prosedur kegiatan belajar yang harus ditempuh, (4) kuantitas untuk kerja sebagai bentuk hasil belajar, (5) kualitas hasil akhir yang yang harus dicapai, (6) tingkat alih belajar, dan (7) tingkat retensi[9] belajar. Sedangkan efisiensi pembelajaran dapat diukur dengan rasio antara keefektifan dengan jumlah waktu yang digunakan atau dengan jumlah biaya yang dikeluarkan. Dan daya tarik pembelajaran dapat diukur dengan mengamati kecenderunagan peserta didik untuk berkeinginan terus belajar.[10]
IV.            IV.  KESIMPULAN
            Berdasarkan hasil analisis pada pembahasan diatas, maka dapat kami tarik kesimpulan, bahwasanya antara pendidikan umum dengan pendidikan Islam harus berjalan secara beriringan. Karena tujuan utama daripada faktor-faktor atau komponen pendidikan Islam adalah upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Seorang pendidik dianggap gagal mendidik apabila peserta didiknya memiliki prestasi akademis yang luar biasa namun rusak dalam moralnya. Hal ini mengandung pengertian akan betapa amat sangat pentingnya pendidikan Islam, pentingnya arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal saleh.
V.               V.  PENUTUP
            Demikianlah makalah ini kami susun serta kami presentasikan sebaik mungkin dihadapan pembaca sekalian. Adapun  jika dari pembaca menemukan kesalahan atau kekurangan, baik dalam hal tulisan maupun penjelasan, kami mohon masukan berupa kritik ataupun saran yang konstruktif, guna revisi pada makalah kami selanjutnya. Semoga sedikit banyak kita dapat mengambil manfaat dari makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.
                                               
                                               




                                    DAFTAR PUSTAKA
Dahlan, Muhammad, dan Lya Sofyan, Kamus Induk Istilah Ilmiah, Surabaya:         Arkola, 2003.
Hamid, Farida, Kamus Ilmiah Populler Lengkap, Surabaya: Apollo.
Hasan, Fuad, Dasar-Dasar Kependidikan Islam, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008
Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosda Karya,            2002
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir, Jakarta: Kencana, 2006
Roestiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta: Bina Aksara, 1982


                [1] Fuad Hasan, Dasar-Dasar Kependidikan Islam,  (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008), hlm. 1.
                [2] Muhaimin, dkk. Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Karya), hlm.  144.
                [3] Terjadi (berlangsung, dilakukan) pada kesempatan tertentu saja; berlangsung (terjadi) secara kebetulan (tidak direncanakan, tidak tetap atau rutin). Lih. Muhammad Dahlan dan Lya Sofyan, Kamus Induk Istilah Ilmiah, (Surabaya: Arkola, 2003), hlm. 319.
                [4] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 90.
                [5] Ibid., hlm. 7-8.
                [6]Roestiyah  NK, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), hlm. 86.
                [7] Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, hlm. 91-92.
                [8] Ibid,. hlm. 7-10.
                [9] Kesan-kesan yang masih tersimpan dalam ingatan, lih. Farida Hamid, Kamus Ilmiah Populler Lengkap, (Surabaya: Apollo, tt), hlm. 551.
                [10]Muhaimin, dkk, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002), hlm. 156.
Previous
Next Post »
Thanks for your comment